Puisi : Pada Suatu Malam




Ketika kesunyian begitu saja
menyeruak masuk dalam kepala yang 
sarat dengan bisik dan kata-kata,

malam panjang ini mungkin
akan lebih sulit dilalui tanpa harus 
kembali ke masa itu.

. . .
2007.
Aku terbangun,
sederet tawa bingar dan 
celoteh hangat melebur di bawah
nyala lampu yang agak redup,

ini tengah malam,
dan arak, juga asap rokok masih
mengepul mengusir
nyamuk-nyamuk liar yang
ramai memanen remah dari 
darah segar yang disajikan
di sudut ruang tamu
kala itu.

Kelihatannya
percakapan telah lama 
menyeleneng dari topik di
awal.

Begitu asik mereka membahas
tentang politik masa itu,
pekerjaan yang kadang melelahkan,
nafkah yang masih harus
diterjang, rumah yang dalam rencana 
mau dibangun, sampai
perjalan masa muda yang 
menguras banyak perasaan.

Mereka berdua terus berguman
sambil terus menuang, mengisi gelas
dengan harapan
semoga pagi esok adalah
langkah untuk menuntaskan
mimpi yang belum kelar.

Janggut tipis penuh 
tumpahan sisa arak, berisyarat
seakan
tak sanggup meneruskan
namun enggan menyudahi,

dari balik kulambu
mataku menyipit menilik
apakah ada kata terakhir
usai tegukan penghabisan?

Sudah tak ada kata pamit
masing-masing memilih 
diam, karena demi tujuan 
yang masih harus dikerjar
tidak perlu ada kata selesai,

mereka terlelap,
dibuai malam.

. . .
Dan kini Aku tahu,
malam bukan tentang lelap 
dan usai, tapi tentang kembali
bermimpi untuk 
hari esok dan sesuatu.

Setelah melalui malam ini,
Aku mengira
Ayah dan Kakek,
mungkin
mereka masih 
terus menunggu pagi yang sama.


Batuputih, April 2025

Tidak ada komentar: